Lafal dan Fonem merupakan Unsur Segmental dalam bahasa Indonesia

Lafal dan Fonem. Selain unsur ini, ada pula unsur lain yang fungsinya berkaitan dengan unsur suprasegmental, yaitu tekanan, intonasi, dan jeda. Tekanan adalah gejala yang ditimbulkan akibat adanya pengkhususan dalam pelafalan sebuah suku kata atau kata. Tekanan adalah bentuk tinggi rendahnya, panjang pendeknya, atau keras lembutnya suara atau pengucapan. Biasanya kata yang mengalami tekanan tertentu adalah kata yang dipentingkan.

Tekanan dalam bahasa Indonesia tidak mengubah makna seperti pada bahasa Batak Toba /bóntar/ artinya putih, dan /bentár/ artinya darah. Tekanan hanya menunjukkan sesuatu kata atau frasa yang ditonjolkan atau dipentingkan agar mendapat pemahaman secara khusus bagi pendengar.

Tekanan tertentu pada sebuah kata atau frasa menguatkan maksud pembicara. Biasanya tekanan didukung oleh ekspresi atau mimik wajah sebagai bagian dari ciri bahasa lisan.

Contoh penggunaan pola tekanan:
1. Adi membeli novel di toko buku. (yang membeli novel Adi, bukan orang lain)
2. Adi membeli novel di toko buku. (Adi membeli novel, bukan membaca)
3. Adi membeli novel di toko buku. (yang dibeli Adi novel bukan alat tulis)
4. Adi membeli novel di toko buku. (Adi membeli novel di toko buku bukan di pasar)

Ciri suprasegmental lainnya adalah intonasi. Intonasi ialah tinggi rendahnya nada dalam pelafalan kalimat. Intonasi lazim dinyatakan dengan angka (1, 2, 3, 4). Angka 1 melambangkan titinada paling rendah, sedangkan angka 4 melambangkan titinada paling tinggi. Penggunaan intonasi menandakan suasana hati penuturnya. Dalam keadaan marah seseorang sering menyatakan sesuatu dengan intonasi menaik dan meninggi, sedangkan suasana sedih cenderung berintonasi menurun. Intonasi juga dapat menandakan ciri-ciri sebuah kalimat. Kalimat yang diucapkan dengan intonasi akhir menurun biasanya bersifat pernyataan, sedangkan yang diakhiri dengan intonasi menaik umumnya berupa kalimat tanya.
Baca juga: Pengertian Puisi
Contoh:
- Mereka sudah pergi.
- Mereka sudah pergi? Kapan?

Berbicara tentang intonasi berarti berbicara juga tentang jeda. Jeda adalah penghentian atau kesenyapan. Jeda juga berhubungan dengan intonasi, penggunaan intonasi yang baik dapat ditentukan pula oleh penjedaan kalimat yang tepat. Untuk kalimat panjang penempatan jeda dalam pengucapan menentukan ketersampaian pesan. Dengan jeda yang tepat pendengar dapat memahami pokok-pokok isi kalimat yang diungkapkan. Penggunaan jeda yang tidak baik membuat kalimat terasa janggal dan tidak dapat dipahami. Dalam bahasa lisan, jeda ditandai dengan kesenyapan.

Pada bahasa tulis jeda ditandai dengan spasi atau dilambangkan dengan garis miring [/], tanda koma [,], tanda titik koma [;], tanda titik dua [:], tanda hubung [-], atau tanda pisah [--]. Jeda juga dapat memengaruhi pengertian atau makna kalimat. Perhatikan contoh jeda di bawah ini.

Menurut pemeriksaan dokter Joko Susanto memang sakit.

Kalimat ini dapat mengandung pengertian yang berbeda jika jedanya berubah. Misalnya contoh jeda pada kalimat tersebut.
Lafal dan Fonem merupakan Unsur Segmental dalam bahasa Indonesia
Lafal dan Fonem merupakan Unsur Segmental dalam bahasa Indonesia
  1. Menurut pemeriksaan / dokter Joko Susanto / memang sakit. (yang sakit dokter Joko Susanto)
  2. Menurut pemeriksaan dokter / Joko Susanto / memang sakit. (yang memeriksa dokter dan yang sakit ialah Joko Susanto)
  3. Menurut pemeriksaan dokter Joko/ Susanto/ memang sakit. (yang memeriksa bernama dokter Joko, yang sakit Susanto)