Hakikat Bahasa

Hakikat bahasa indonesia adalah lambang bunyi yang arbitrer dan digunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja sama dan berkomunikasi serta mengidentifikasikan diri. (Kridalaksana: 1983)

Hakikat Bahasa memiliki beberapa ciri atau sifat yang hakiki. Sifat atau ciri itu antara lain.
  1. bahasa itu adalah sebuah sistem, 
  2. bahasa itu berwujud lambang, 
  3. bahasa itu berupa bunyi, 
  4. bahasa itu bersifat arbitrer, 
  5. bahasa itu bermakna,
  6. bahasa itu bersifat konvensional, 
  7. bahasa itu bersifat unik, 
  8. bahasa itu bersifat universal, 
  9. bahasa itu bersifat produktif,
  10. bahasa itu bervariasi, 
  11. bahasa itu bersifat dinamis, 
  12. bahasa itu bersifat sebagai alat interaksi sosial, dan 
  13. bahasa itu merupakan identitas penuturnya (Chaer, 1994:33).
Hakikat Bahasa
Hakikat Bahasa
Sifat-sifat Bahasa

1. Bahasa itu adalah Sebuah Sistem
Bahasa itu bersistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna/berfungsi. Bahasa terdiri dari unsur-unsur yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu dan membentuk satu kesatuan. Sistem terbentuk oleh sejumlah unsur yang satu dan yang lain berhubungan secara fungsional.

Bahasa sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak acak. Sistemis artinya bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri dari sub-sub sistem/sistem bawahan (tataran linguistik). Tataran linguistik terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikon.

2. Bahasa itu Berwujud Lambang
Bahasa sebagai Lambang dengan berbagai seluk beluknya dikaji dalam bidang semiotika, ialah ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia. Dalam semiotika dibedakan adanya beberapa tanda yaitu: gerak isyarat (gesture), kode, tanda (sign), lambang (simbol), sinyal (signal), gejala (sympton), indeks, dan ikon. Lambang bersifat arbitrer, artinya tidak ada hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya.

3. Bahasa itu berupa bunyi
Menurut ahli bahasa Kridalaksana (1983), bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan dalam tekanan udara. Bunyi bahasa adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Akan tetapi tidak semua bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa.

4. Bahasa itu bersifat arbitrer
Kata arbitrer bisa diartikan berubah-ubah, tidak tetap, sewenang-wenang, mana suka. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (berwujud bunyi) dengan konsep/pengertian bahasa yang dimaksud oleh lambang tersebut. Ferdinant de Saussure dalam dikotominya membedakan apa yang dimaksud signifiant dan signifie. Signifiant (penanda) adalah lambang bunyi itu, sedangkan signifie (petanda) adalah konsep yang dikandung signifiant (1966: 67).

Menurut para ahli bahasa yakni Bolinger (1975: 22) menyatakan yaitu Seandainya ada hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya itu, maka seseorang yang tidak tahu bahasa tertentu akan dapat menebak makna sebuah kata apabila dia mendengar kata itu diucapkan. Kenyataannya, kita tidak bisa menebak makna sebuah kata dari bahasa apapun (termasuk bahasa sendiri) yang belum pernah kita dengar, karena bunyi kata tersebut tidak memberi 'saran' atau 'petunjuk' apapun untuk mengetahui maknanya.

5. Bahasa itu bermakna
Sifat hakikat bahasa adalah bahasa itu berwujud lambang. Sebagai lambang, bahasa melambangkan suatu konsep, suatu pengertian/pemahaman, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Maka, dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyi makna. Karena bahasa itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat disebut bukan bahasa.
kuda, makan, rumah, adil, tenang: bermakna = bahasa
dsljk, ahgysa, kjki, ybewl : tidak bermakna = bukan bahasa

6. Bahasa itu bersifat konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Misalnya, binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, dilambangkan dengan bunyi [kuda], maka anggota masyarakat bahasa Indonesia harus mematuhinya. Kalau tidak dipatuhinya dan digantikan dengan lambang lain, maka komunikasi akan terhambat.

7. Bahasa itu bersifat unik
Bahasa dikatakan bersifat unik, artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem lainnya.

8. Bahasa itu bersifat universal
Selain bersifat unik, bahasa juga bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Misalnya, ciri universal bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.

9. Bahasa itu bersifat produktif
Bahasa bersifat produktif, artinya meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu. Misalnya, kita ambil fonem dalam bahasa Indonesia, /a/, /i/, /k/, dan /t/. Dari empat fonem tersebut dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa:
/i/-/k/-/a/-/t/
/k/-/i/-/t/-/a/
/k/-/i/-/a/-/t/
/k/-/a/-/i/-/t/

10. Bahasa itu bervariasi
Hakekat bahasa juga bervariasi. Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai status sosial dan latar belakang budaya yang tidak sama. Karena perbedaan tersebut maka bahasa yang digunakan menjadi bervariasi. Ada tiga istilah dalam variasi bahasa yaitu:

Idiolek : Ragam bahasa yang bersifat perorangan.
Dialek : Variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu.
Ragam : Variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tertentu. Misalnya, ragam baku dan ragam tidak baku.
Lihat juga: Pengertian Musikalisasi Puisi
11. Bahasa itu bersifat dinamis
Hakekat Bahasa tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu selalu berubah, maka bahasa menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi dinamis. Perubahan itu dapat berupa pemunculan kata atau istilah baru, peralihan makna sebuah kata, dan perubahan-perubahan lainnya.

12. Bahasa itu manusiawi
Alat komunikasi manusia berbeda dengan binatang. Alat komunikasi binatang bersifat tetap, statis. Sedangkan alat komunikasi manusia, yaitu bahasa bersifat produktif dan dinamis. Maka, bahasa bersifat manusiawi, dalam arti bahasa itu hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia.